Pernah merasakan berbelanja di e-commerce tapi hasilnya tidak sesuai ? Jika ya, maka anda perlu menyadari bahwa dalam berbelanja perlu adanya strategi untuk memperoleh barang berkualitas dengan harga yang tepat. Jangan sampai kita terbuai dengan istilah “sale” atau promo, sehingga mengesampikan strategi berbelanja. Sebagaimana dengan kegiatan berbelanja, anda membutuhkan startegi dalam membeli maupun menjual sebuah saham. Anda perlu menyusun strategi yang tepat agar dapat memperoleh saham berkualitas dengan harga yang tepat.
Di era yang semakin canggih ini, kita banyak menemui berbagai keluh kesah investor terkait kegagalan mereka dalam membeli maupun menjual saham. Keluh kesah tersebut banyak kita temui dalam berbagai media sosial yang ada. Kebanyakan dari mereka mengutarakan bagaimana setelah beli saham, harga saham tersebut langsung turun dan dengan gegabah mereka melakukan cut loss saham. Sebaliknya, tak jarang juga kita mendengar curhatan investor, dimana setelah mereka menjual saham yang mereka miliki, harga saham itu langsung melaju dengan kencang. Minimnya strategi dalam menganalisa saham, merupakan salah satu alasan mengapa kejadian ini sering kali terjadi, terutama bagi para investor baru.
Ada dua analisa yang biasa digunakan investor dalam menyusun strategi. Meskipun berbagai ilmu terus berkembang dan melahirkan berbagai ilmu baru dalam dunia saham, namun kedua ilmu ini merupakan ilmu dasar yang harus dipahami investor dalam menyusun strategi jual/beli saham. Analisis tersebut antara lain adalah analisis teknikal dan analisis fundamental. Pada artikel ini, kita akan membahas mengenai analisis teknikal.
Analis teknikal dan analisis fundamental memiliki dasar perbedaan, dimana analisis teknikal menggunakan data harga perdagangan saham, volume transaksi dan indikator saham. Sedangkan analisis fundamental menggunakan data makro ekonomi, perkembangan industri dan laporan keuangan perusahaan. Secara sederhana analisis teknikal merupakan teknik analisa yang mengolah data histori harga dan volume jumlah transaksi saham yang ditransformasikan ke dalam bentuk chart guna memprediksi pergerakan harga saham di masa yang akan datang. Chartist atau technicalist adalah sebuah istilah bagi seorang analis yang sering melakukan riset menggunakan data-data teknikal. Sebelum memahami lebih mendalam mengenai analisis teknikal, investor wajib mengetahui bahwa grafik atau chart merupakan cerminan psikologi para pelaku pasar sehingga chart bukan penyebab terjadinya pergerakan harga saham. Pergerakan harga saham terjadi karena adanya supply & demand atau hukum pemintaan dan hukum penawaran yang membentuk harga saham. Contoh faktor yang mempengaruhi harga saham yaitu kondisi fundamental perusahaan, kondisi politik dan faktor lain.
Seorang chartist harus mengetahui, bahwa ada 3 asumsi yang ada dalam analisis teknikal, yaitu sebagai berikut:
1. Market Action Discount Eveything
Kondisi ini mengartikan bahwa harga saham yang terbentuk di pasar tercermin oleh semua informasi yang beredar di kalangan pasar, psikologi pasar, rumor, kondisi fundamental perusahaan dan kondisi politik sosial yang berlaku saat itu. Psikologi pasar dapat berasal dari harapan, ketamakan, ketakutan, kepanikan pelaku pasar terhadap perkembangan market. Rumor dan berita yang beredar terkait aksi kegiatan perusahaan (corporate action) seperti dividen, right issue, merger, akusisi, dll juga mempengaruhi kondisi harga saham di pasar.
2. Prices Move in Trend
Tren pergerakan saham atau yang sering dikenal dengan istiralah Bullish dan Bearish. Bullish mengartikan ciri banteng yang selalu suka mengayunkan tanduknya dari bawah ke atas. Hal tersebut melambangkan optimisme pelaku pasar dalam kondisi pasar yang sedang naik. Bearish juga mengartikan ciri beruang yang suka mengayunkan cakarnya ke bawah, kondisi tersebut melambangkan pesimisme pelaku pasar dalam kondisi pasar yang sedang turun. Dalam Dow Theory yang dijelaskan oleh Chartles H. Dow tren terbagi menjadi tiga yaitu:
a. Uptrend (kecenderungan harga saham naik)
b. Downtrend (kecenderungan harga saham turun)
c. Sideways (kecenderungan harga tetap)
Masing-masing tren terbagi lagi menjadi tiga bagian, yaitu major trend, secondary trend, dan minor trend. Mayor trend merupakan tren utama dan dibawah tersebut secondary trend lalu yang terakhir minor trend.
3. History Repeat Itself
Chartist meyakinin bahwa suatu pola yang sudah terjadi akan terulang lagi di masa yag akan datang atau yang sering dikenal chart-pattern. Kondisi tersebut terjadi akibat refleksi dari psikolosi dari sifat dasar manusia yang tetap sama dari dulu.
Sebagai contoh
Dalam akhir tahun 2020, terdapat sebuah emiten yang berkode BBHI yang dirumorkan akan diakusisi oleh salah satu orang terkaya di Indonesia. Rumor tersebut langsung direspon oleh market yang menyebabkan dari bulan November 2020 hingga maret 2021, harga saham BBHI melompat > 300% yang menyebabkan harga saham tersebut masuk kategori uptrend. Rumor tersebut merupakan contoh dari kejadian market action discount everything. Keyakinan akan rumor tersebut terefleksi dimana demand lebih besar daripada supply sehingga tren menjadi bullish. Setelah rumor tersebut padam di pasar, membuat pasar mengalami koreksi yang tercermin dimana bulan maret-april 2021 harga saham BBHI mengalami koreksi tajam. Harga saham mengalami uptrend setelah berita dimana proses akuisisi selesai, Mega Corp melakukan tender offer yang membuat harga saham melambung naik. Hal ini merupakan kejadian dimana pola setiap aksi perusahaan yang berdampak bagus akan membuat demand lebih besar dari supply sehingga harga saham menjadi naik (history repeat itself).
sumber: www.bisnis.com sumber: www.cnbcindonesia.com
Komentar
Posting Komentar